Sumber: Mutiara Muslimah
BismillaahiRRahmaaniRRahii
1. Jenis yang mana pemiliknya tidak merasakan sakit ketika itu, yaitu penyakit kebodohan, syubhat dan keraguan, dan ini jenis yang paling parah penyakitnya, akan tetapi dikarenakan rusaknya hati tersebut dia tidak merasakan sakit tersebut.
2. jenis penyakit yang menyakitkan pemiliknya seperti rasa gelisah, gundah, sedih, jengkel (marah) dan penyakit ini kadang bisa hilang dengan pengobatan-pengobatan yang alami, dengan dia menghilangkan sebab-sebabnya dan selainnya.
Mengobati hati bisa dengan EMPAT perkara, yaitu :
~Pertama :
Dengan Al-Qur’an, karena ia merupakan penyembuh (obat) bagi penyakit-penyakit yang ada didalam dada dan keraguan, juga dapat menghilangkan dari kesyirikan, kekotoran, kekufuran, penyakit-penyakit syubhat dan syahwat.
Al-Qur’an sebagai petunjuk (cahaya) bagi orang yang mengetahui al-haq dan mengamalkannya, juga sebagai rahmat yang diperoleh orang-orang mukmin sebagai pahala (balasan) baik yang disegerakan atau yang diakhirkan.
Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :
“Dan apakah orang-orang yang sudah mati, kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya kepadanya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan-jalan di masyarakat manusia, serupa dengan keadaannya berada dalam keadaan gelap gulita yang sekali-kali tidak bisa keluar daripadanya?”
(QS. Al-An’an ; 122).
~Kedua :
Hati itu butuh pada TIGA perkara;
1. Hal yang dapat menjaga kekuatannya, yaitu dengan keimanan, dan amalan shalih serta wirid-wirid (dzikir-dzikir) yang merupakan ketaatan.
2. Menjaganya dari marabahaya yaitu dengan cara meninggalkan seluruh kemaksiatan dan berbagai macam bentuk penyelisihan.
3. Mengeluarkan semua unsur-unsur yang menyakitkan (mengganggu) yaitu dengan dia bertaubat dan meminta ampun kepada Allah.
~Ketiga :
Pengobatan hati yang sakit yang dikuasai oleh hawa nafsu.
Ada DUA cara pengobatan, yaitu mengoreksi (intropeksi / muhasabah) dan menyelisihinya. Adapun bermuhasabah ada 2 macam :
1. Sebelum diamalkan dan ia memiliki EMPAT tingkatan :
a. Apakah amalan ini mampu untuk dikerjakan ?
b. Apakah amalan ini mengerjakannya lebih baik daripada meninggalkannya ?
c. Apakah ibadah ini diniatkan wajah Allah Ta’ala (ikhlas) ?
d. Apakah amalan ini perlu adanya bantuan yang dapat membantu amalan tersebut jika memang amalan tersebut butuh kepada bantuan ?
Apabila amalan ini perlu bantuan maka ia kerjakan bila tidak maka tidak dikerjakan selamanya.
2. Setelah diamalkan dan ia ada TIGA jenis :
a. Menghisab (mengoreksi) dirinya atas ketaatannya yang ia remehkan padanya hak Allah, dimana ia tidak mengerjakan ketaatan tsb menurut bentuk yang diperintahkan. Diantara hak-hak Allah ialah ikhlas, nasehat, mengikuti, mengetahui kebaikan-kebaikan yang ia dapatkan, mengakui karunia Alloh atasnya, juga mengajui adanya kekurangan dalam hal-hal tsb.
b. Mengoreksi jiwanya atas setiap amalan yang dahulu meninggalkannya lebih baik daripada mengamalkannya.
c. Mengoreksi dirinya atas perkara mubah atau kebiasaan yang belum ia kerjakan, apakah ia maksudkan dengannya wajah Allah dan negeri akhirat sehingga ia menjadi orang-orang beruntung atau ia maksudkan dunia sehingga ia menjadi orang-orang yang merugi. Dan kumpulan itu semua hendaklah mengoreksi dirinya pertama kali atas amalan-amalan fardhu, kemudian ia sempurnakan jika ia kurang dalam mengerjakan amalan fardhu tsb, kemudian dia menghisab dirinya atas perkara-perkara yang diharomkan. Jika ia tahu pernah melakukan diantara larangan tsb langsung ia bertaubat dan memohon ampun kepada Allah, kemudian amalan yang dilakukan anggota badannya, kemudian hal-hal yang dia lalaikan.
~Keempat :
Pengobatan hati yang sakit karena setan menguasai hati tersebut. Setan merupakan musuh bagi manusia, agar lepas (terbebas) dari setan ialah selalu beristi’adzah kepada Allah dengan apa-apa yang disyariatkanNya.
Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasallam sendiri betul-betul mengumpulkan antara isti’adzah dari kejelekan jiwa dan kejelekan setan. Rasulullah mengatakan kepada Abu Bakar :
“Katakanlah Ya Allah Pencipta langit dan bumi, Dzat yang mengetahui perkara yang ghaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Engkau, aku berlindung kepada Engkau dari kejelekan jiwaku dan dari kejahatan setan dan kesyirikannya, juga berlindung dari berbuat kejelekan terhadap diriku, atau yang aku lakukan (kejelekan itu) terhadap seorang muslim. Ucapkanlah doa itu, apabila engkau berada di pagi hari dan di sore hari juga ketika engkau ingin tidur.”
(HR. Tirmidzi, Abu Dawud, lihat Shahih Tirmidzi 3/142)